Jumat, 29 Juni 2018

PERKEMBANGAN FIQH. BAG. I




Pertumbuhan dan perkembangan fiqih sepanjang sejarah hukum Islam
oleh Musthofa Zarqo,  dibagi dalam beberapa periode yaitu : 1 periode risalah yaitu masa masa hidup Rasulullah SAW
2 Periode Khulafaur Rasyidin (4 khalifah besar atau utama) sampai pertengahan abad pertama Hijriyah 
3. Dari pertengahan abad pertama Hijriyah sampai permulaan abad ke-2 Hijriyah 
4. Dari awal abad kedua sampai pertengahan abad ke-4 Hijriah 
5. Dari pertengahan abad ke-4 sampai jatuhnya Baghdad pada pertengahan abad ke-7 Hijriyah 
6 Dari pertengahan abad ke-7 sampai munculnya majalah Al Ahkam Al adliyah (kodifikasi hukum
   perdata Islam) di zaman Turki Usmani kerajaan Ottoman yang diundangkan tanggal 2 November 
   1293 dan yang ke-
7. Sejak munculnya majalah Al Ahkam Al ashriyyah sampai pada zaman modern.

Periode RISALAH. Periode semasa hidup Rasulullah SAW. Pada periode ini fiqih masih dipahami sebagai segala yang dikandung oleh Alquran dan hadis. Yaitu mencakup persoalan akidah ibadah muamalah dan adab.

Imam Al Ghazali dalam kitab Ihya Ulumuddin menyatakan bahwa fiqih di zaman awal (masa Rasulullah SAW) mengandung ilmu yang menuju Jalan akhirat, dengan didasarkan pada surat at-taubah : ayat 122 yang artinya: "Tidak sepatutnya bagi orang-orang yang mukmin itu pergi semuanya (ke medan perang).

Mengapa tidak pergi dari setiap golongan di antara mereka beberapa orang untuk memperdalam pengetahuan mereka tentang agama dan untuk memberi peringatan kepada kaumnya, apabila mereka telah kembali padanya, supaya mereka itu dapat menjaga dirinya. Kalimat inzar (peringatan dengan kabar yang menakutkan) menurut Imam al-ghazali hanya menyangkut permasalahan akhirat bukan permasalahan dunia.

Kemudian Ia juga mendasarkan  pendapatnya dengan surat al-a'raf ayat: 179 yang artinya:" Mereka mempunyai hati tetapi tidak dipergunakan untuk memahami,...... "Hati tidak dipergunakan untuk memahami makna makna iman kepada Allah SWT dan segala yang berkaitan dengan sifat-sifatNya. 

Dengan demikian Imam Al Ghazali melihat bahwa permasalahan primer dari fiqih tersebut adalah yang berkaitan dengan pengetahuan tentang akhirat, sedangkan fiqih yang berkaitan dengan masalah muamalah adalah masalah yang sekunder atau tambahan.

Dari gambar diatas terlihat bahwa fiqih di zaman Rasulullah SAW belum terbagi dalam bidang-bidang tertentu, tetapi fiqih mencakup segala yang terkandung dalam Alquran dan hadis. Terciptanya hukum dalam berbagai masalah di waktu itu dapat melalui pertanyaan para sahabat tentang suatu peristiwa, yang jawabannya didapat dari Wahyu Allah SWT atas melalui sunnah Rasulullah SAW.

Dalam kesempatan lain Allah SWT juga menurunkan wahyu-Nya dalam rangka memberikan tuntunan bagi keadaan masyarakat saat itu, atau juga berupa teguran, perintah, dan sebagainya. Dari peristiwa-peristiwa inilah nantinya muncul hukum-hukum yang terperinci dari peristiwa yang ada. Dengan demikian rujukan untuk menentukan hukum di waktu itu hanya Alquran dan hadis rasulullah shallallahu salam.

Periode al-Khulafa ar-Rasyidin.

Semasa Rasulullah SAW hidup, para sahabat belum memikirkan secara serius permasalahan-permasalahan hukum karena beban ini seluruhnya terpulang kepada Rasulullah SAW sebagai Sahib-at tasyri ( pemegang syariat). Mereka hanya mendengarkan, mengikuti, dan melaksanakan segala yang bersumber dari Rasulullah SAW serta Menyampaikan keluhan keluhan hukum kepada Rasulullah SAW. Dan para sahabat pada dasarnya tidak berani melakukan ijtihad sendiri dalam menyelesaikan permasalahan yang mereka hadapi.

Setelah Rasulullah SAW wafat sehingga tempat pertanyaan tentang hukum suatu masalah yang tidak diatur secara tegas dalam Alquran dan Sunnah tidak ada lagi, maka mulailah sahabat memberanikan diri untuk melakukan ijtihad.

Melakukan ijtihad setelah wafatnya Rasul merupakan panggilan sejarah yang tak dapat dihindari, yang disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain : 
1. Peristiwa yang terjadi semakin banyak, sementara rasul yang selama ini menjadi sumber rujukan
    hukum mereka tidak ada lagi.
2. Masyarakat sudah  hiterogen dengan adanya penaklukan penaklukan Islam keluar Semenanjung
   Arab, sehingga muncul di tengah-tengah umat Islam hukum dan kebudayaan baru yang
   kesemuanya ini mendorong para sahabat untuk melakukan ijtihad.

Setiap menghadapi permasalahan yang muncul, pertama kali mereka berusaha untuk menemukan jawabannya di dalam Alquran. Jika mereka tidak dapat di dalam Alquran, mereka meneliti Hadist Nabi Saw. 

Apabila dalam hadis Nabi SAW itu juga tidak ada jawabannya, maka mereka melakukan ijtihad dengan tetap berpegang pada prinsip prinsip pokok yang ditinggalkan rasul. Dengan demikian muncullah hasil ijtihad para sahabat dalam berbagai permasalahan umat.

Namun, di masa ini fiqih belum merupakan bidang ilmu yang terkodifikasi. Dalam pada itu perlu dicatat  bahwa pada masa inilah dimulainya penggunaan akal ( ar ra'yu) dan kias dalam mencarikan jawaban hukum terhadap peristiwa yang terjadi. Beberapa ijtihad telah dilakukan oleh Umar Bin Khattab khalifah yang sangat mengagumkan dalam menjawab permasalahan umat, dan berorientasi untuk kemaslahatan umat itu sendiri.

Periode pertengahan abad pertama sampai abad awal kedua Hijriyah 

Pada masa Utsman bin Affan menjabat sebagai khalifah, para sahabat mulai terpencar ke berbagai daerah, dengan terpencarnya sahabat ke berbagai daerah, yang sistem sosial masyarakatnya berbeda pula, maka semakin banyak hasil ijtihad yang muncul sesuai dengan kebutuhan masyarakat setempat. Di Irak, Ibnu Mas'ud berperan sebagai sahabat yang menjawab berbagai masalah yang dihadapinya di sana, sementara sistem masyarakat Irak berbeda dengan yang ada di Madinah dan Mekah. 

Di samping itu di Irak telah terjadi percampuran etnis antara arab dan persia,( Iran) yang membuat penanganan permasalahan di Irak akan berbeda dengan yang ada di Madinah dan Mekah, yang memiliki masyarakat yang homogen. 

Dalam berijtihad, Ibnu Mas'ud mengikuti cara-cara yang telah dilakukan Umar Bin Khattab, yang dikenal lebih berorientasi pada kepentingan umat dan kemasyarakatan mereka. Tanpa terlalu terikat dengan teks-teks (arti harfiah) Al Quran dan Sunnah. Dengan demikian penggunaan Nalar sangat dominan dalam berijtihad dari sinilah mulai munculnya madrasah atau aliran ahlur Ro'yi di Irak.


Pak J
sumber  ensiklopedi Islam cet -4_Jakarta : Ichtiar Baru van hoop 1997

Tidak ada komentar:

Posting Komentar