Rabu, 13 Juni 2018

FASIK


FASIK

Fasik secara etimologis berarti keluar dari Jalan Kebenaran. Menurut istilah berarti orang yang melakukan dosa besar atau terus-menerus melakukan dosa kecil.


Pandangan aliran muktazilah orang yang demikian tidak dapat disebut mukmin dan tidak dapat pula dikategorikan sebagai orang kafir. Ia tidak dapat disebut Mukmin karena telah melanggar prinsip keimanan dengan melakukan dosa besar.

Iman sebagai sifat baik dan terpuji tidak dapat dicampur kan dengan keburukan. Demikian pula ia tidak dapat disebut kafir karena ia telah mengikrarkan dua kalimat syahadat dan dibalik perbuatan dosa besarnya ia masih mengerjakan perbuatan perbuatan baik. Oleh kaum mu'tazilah orang tersebut dipandang menduduki posisi antara mukmin dan kafir. Orang serupa ini kalau meninggal dunia tanpa bertobat akan kekal dalam neraka, hanya siksanya lebih ringan dari siksaan yang diterima oleh orang kafir.

 Posisi demikian mereka namakan Al manzilah Bain Al manzilatain (posisi di antara dua posisi)

Menurut pandangan kaum murji'ah orang
Fasik tersebut masih Mukmin sepenuhnya.

 Bagi mereka orang yang masih memiliki Iman di dalam dadanya tidak boleh dipandang sudah keluar dari kategori Mukmin; mereka tetap dipandang Mukmin sepenuhnya karena iman tidak berkurang oleh berkurangnya amal baik atau oleh karena seseorang berbuat sesuatu keburukan seperti dosa besar. Adapun tentang balasannya di akhirat diserahkan sepenuhnya kepada Allah Subhanahu Wa Ta'ala. Akan tetapi sebagian dari mereka memandang bahwa balasan bagi orang yang fasik adalah neraka, tetapi tidak kekal di dalamnya. Ia akan dihukum dalam neraka sesuai dengan besarnya dosa yang dilakukannya dan ada kemungkinan Allah Subhanahu Wa Ta'ala mengampuni dosanya sama sekali sehingga ia tidak masuk neraka.

Menurut Abu Hasan Al Asy'ari pendiri aliran aliran asy'ariah orang yang fasik tetap Mukmin karena imannya masih ada, tetapi karena dosa besar yang dilakukannya ia menjadi fasik. Dalam hal ini al-asy'ari membantah kaum muktazilah yang mengatakan bahwa orang yang fasik bukan mukmin dan bukan pula kafir.

Seandainya orang yang fasik bukan mukmin dan bukan pula kafir, berarti di dalam dirinya tidak ada kubur atau kekafiran ataupun iman. Hal serupa ini tidak mungkin. Oleh karena itu tidak mungkin pula orang yang fasik itu bukan mukmin dan bukan kafir.

Pendapat Al Asy'ari di atas juga dikuatkan oleh Ibnu Taimiyah dari kalangan aliran Salafiyah. Baginya Iman dapat bertambah dan dapat pula berkurang. Orang yang fasik adalah orang yang telah berkurang imannya, tetapi bukan Sudah tercabut sama sekali. Oleh sebab itu ia masih tetap dinamakan Mukmin, tetapi imannya sudah berkurang. Meskipun demikian ia tidak pula boleh dikatakan kafir, karena ia tidak menyangkal perintah Tuhan dan ia tidak melakukan perintah itu bukan atas dasar keinginannya pada perintah, Tetapi hanya oleh kondisi kondisi lain.

Tentang kedudukan orang fasik dalam hukum Islam mayoritas ulama memandangnya sebagai orang yang sudah keluar dari kategori adil. Oleh sebab itu, ia tidak dapat dijadikan sebagai saksi dalam suatu perikatan ataupun dalam peradilan, sebab kesaksiannya tidak lagi Syah. Mayoritas ulama(jumhur) menolak orang fasik menjadi saksi, dengan dasar firman Allah SWT mengenai keharusan menjadi saksi dengan adil, yakni dalam surat Annisa ayat 135 surat al maidah ayat 8 , Surat al-furqon ayat 72.

 *Abu Yusuf Al qodhi ( 113 H/ 731 M, thn 182 H 798 M), seorang perawi hadits, ahli fiqih dan hakim agung Baghdad, memiliki pendapat yang berlainan dengan pendapat jumhur ulama. Baginya orang yang fasik  dapat dijadikan saksi apabila suatu peristiwa yang disaksikannya dihadiri oleh orang banyak dan dia mempunyai muru'ah (harga diri).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar