Minggu, 03 Maret 2019

DIPONEGORO DAN BABAD ISLAM

Diponegoro dan babad Islam. Berdasarkan babad Diponegoro ing Nagari Ngayogjokarto Hadiningrat Diceritakan bahwa Diponegoro muncul di panggung politik kasultanan
Yogyakarta pada tahun 1812 tatkala ia membantu ayahnya putra mahkota Kesultanan Pangeran Adipati mangkunegoro yang tengah bersengketa dalam perebutan kekuasaan melawan kakeknya Sultan Hamengkubuwono 2. Setelah ayahnya diangkat menjadi Sultan oleh pemerintah Inggris.
Hasil gambar untuk diponegoro
Pangeran Diponegoro turun dari panggung politik dan jarang hadir di istana. kecuali saat audiensi resmi grebeg maulud.


Pada hakekatnya ia tidak begitu bahagia terhadap hasil kemenangan ayahnya Sultan Hamengkubuwono ke-3.
Karena itu pula Diponegoro menolak ditawari sebagai putra mahkota oleh residen conford karena adanya campur tangan asing dalam menentukan seorang Sultan.
Mungkin ia sadar akan diadu dengan ayahnya pada suatu kesempatan bila ayahnya tidak menepati janji. Diponegoro menyaksikan sendiri betapa mahal konvensasi yang diminta oleh Raffles tatkala ayahnya diangkat sebagai raja.
Selanjutnya babad mengisahkan aktivitas Diponegoro yang suka berkelana dari gua satu ke gua yang lain untuk menyepi.
Iya juga sering menyamar sebagai santri dan berkumpul dengan santri rendahan yang miskin dari satu pesantren-pesantren yang lain.
Diponegoro juga tidak segan-segan berbaur dengan petani, membantu menanam dan menuai padi. Pada suatu saat, ia menanggalkan nama dan pakaian adatnya dan mengganti namanya dengan ngabdul kamid dan mengenakan pakaian model Arab. Peristiwa ini secara simbolik menegaskan pendiriannya.

Iya ingin keluar dari masyarakat yang dianggapnya sebagai masyarakat jahiliyah dan membangun masyarakat baru dalam suatu negara Islam berdasarkan tuntunan Alquran.

Untuk membangun Balad (negara Islam harus dicapai dengan melakukan Sabil perang Suci terhadap orang-orang kafir).
Untuk merealisasikan tujuan nya,  Diponegoro berusaha memperoleh simpati masyarakat.
Pada tahap awal, Ia melakukan aktivitas lobby terhadap semua kelompok masyarakat.

Hubungannya yang akrab dengan para demang, bekel, Kyai dan ulama terutama Kyai Plangi, kyai tatopyani, kyaikwaron kyai Mojo Syekh Ahmad dan jo Muhammad membuka jalan pengakuan komunitas santri dan petani untuk mengakui kepemimpinannya.
Gambar terkait Tegalrejo bukan lagi sebuah pendidikan yang sunyi, melainkan suatu tempat berkumpulnya para pemimpin masyarakat untuk "Menjual" dan "membeli" gagasan. Serta menyusun rencana dan aksi rahasia tatkala Kesultanan Yogyakarta mengalami kekosongan kepemimpinan pada 1825.

Kegiatan tersembunyi ini disebut sebagai konspirasi sunyi.
  Kegiatan ini tidak pernah tercium oleh pemerintah Hindia Belanda maupun penguasa Kesultanan Yogyakarta. Sejak ayahnya berkuasa sampai Diponerogo sendiri diangkat menjadi wali Sultan. Diponegoro mengawasi gerak-gerik para penguasa kesultanan dan pemerintahan Hindia Belanda melalui para Abdi dalem yang sengaja diselundupkan ke kediaman mereka.

 Persaingan kelompok antar bangsawan semakin menajam tatkala masa pemerintahan adiknya, Hamengkubuwono IV berlangsung.
Mereka saling mengawasi gerak-gerik dan saling membunuh lawannya secara diam-diam dengan meracuni makanannya.
Ini sudah menjadi kebiasaan bangsawan dinasti Mataram, sejak masa pemerintahan Hamengkubuwono 2 terdapat dua kelompok bangsawan yang saling berlawanan yaitu kelompok Kasepuhan pendukung Sultan sepuh. yang lebih taat beragama dan materi adat istiadat dan kelompok kerajaan mendukung Sultan Raja putra mahkota yang sekuler. Perilaku kelompok kerajaan yang meniru kebiasaan buruk orang orang Belanda memancing reaksi kelompok Kasepuhan. Diponegoro sekalipun secara politis termasuk kelompok kerajaan, namun dalam hal perilaku, Ia cenderung berpihak pada kelompok Kasepuhan.

Pada masa pemerintahan ayahnya, Sultan Hamengkubuwono III (Sultan Raja) yang didampingi oleh Patih danurejo 4 sebagai pimpinan administrasi pemerintahan, kelompok kerajaan menguasai kebijakan pemerintahan danurejo 4, yang semula merupakan Bupati Japan dengan nama sumodirjo, diangkat sebagai Patih. Penunjukan tersebut di prakarsai oleh pemerintah Hindia Belanda. Sebagai Patih, ia dikenal sebagai seorang yang cakap tetapi berambisi untuk menguasai Kesultanan Yogyakarta.

Iya menjodohkan anaknya, Ratu Kencono dengan putra mahkota Raden Mas Anbiya, adik Diponegoro. Ia juga mengangkat wironegoro yang merupakan salah seorang kerabatnya, sebagai Pasukan Pengawal Keraton.

Hasil gambar untuk diponegoroDi kasultanan Yogyakarta sedang ramai dengan persewaan tanah, tatkala Raden Mas Anbiya diangkat sebagai Sultan Hamengkubuwono IV, untuk menggantikan ayahnya yang meninggal pada 1822.

 Karena itu, masa pemerintahan Hamengkubuwono IV, adalah masa keemasan bagi bangsawan penerima uang sewa.
Ini bertolak belakang dengan kehidupan yang dialami oleh masyarakat pedesaan saat itu. Untuk mengintensifkan pemasukan keuangan, Patih membuat peraturan pajak baru dan pungutan biaya lainnya secara besar-besaran. Gerbang-gerbang pajak dibangun di hampir semua jalan yang strategis. di gerbang pasar
dan di dekat jembatan tanpa memikirkan kemampuan rakyat.

Diponegoro memperingatkan adiknya, Sultan Hamengkubuwono IV, mengenai masalah kebijakan keuangan dan perpajakan ini.,sebagai suatu keputusan yang merugikan rakyat.

Akan tetapi, karena sang Sultan adalah seorang yang menyukai hidup mewah, nasehat-nasehat Diponegoro tidak pernah dilaksanakan nya.
Akhirnya, kebijakan pajak ini, dibayar mahal oleh Sultan Sultan Hamengkubuwono IV. Ia meninggal mendadak pada 16 desember 1822. Siapa pembunuh nya, tidak pernah dibahas dalam sejarah. Residence Yogyakarta Baron de Salis kemudian meminta Diponegoro, menggantikan sang Sultan. Diponegoro menolak tanpa alasan yang jelas. namun ia berkeberatan, jika kemenakannya Raden Mas Said diangkat sebagai Sultan. Mengapa? 1. Ia masih kanak-kanak, secara prosedural tradisi sama sekali tidak memenuhi persyaratan sebagai Sultan.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar