Minggu, 21 Januari 2018

NABI MUHAMMAD SAW ADALAH "SHILOH"

MUHAMMAD SAW DALAM PERJANJIAN LAMA
Oleh PROFESOR DAVID BENJAMIN KELDANI B.D.
(Wafat 1940) Dahulu Uskup Uramiah, Kaldea.
Alih Bahasa Oleh: H.W. Pienandoro SH

Nabi Yakub, cucu Nabi Ibrahim, terbaring sakit di tempat tidurnya; beliau berumur seratus empat puluh tujuh tahun, dan saat akhir mendekat dengan cepat.
Beliau memanggil dua belas orang anak laki-lakinya dan keluarga mereka masing-masing ke kamar tidurnya; beliau memberkati masing-masing anak laki-lakinya dan meramalkan masa depan dari suku bangsanya. Hal ini biasa dikenal sebagai "Wasiyat Yakub", dan ditulis dalam gaya bahasa Ibrani yang bagus dengan sentuhan puisi. Wasiyat itu berisi beberapa kalimat yang unik dan tidak pernah terjadi lagi dalam Injil.


 Wasiyat itu menyebutkan bermacam-macam peristiwa dalam kehidupan seorang laki-laki yang telah banyak mengalami pasang surut kehidupan. Diceriterakan bahwa Yakub telah mengambil keuntungan dari kakak laki-lakinya (Esau) yang lapar dan membeli hak berdasarkan kelahirannya dengan sepiring makanan, dan menipu ayahnya yang buta dan sudah tua dan memperoleh pemberkatannya yang berdasarkan hak kelahiran yang sebenarnya milik kakaknya, Esau. Beliau bekerja selama tujuh tahun untuk memperisterikan Rahel, tetapi ditipu oleh ayah Rahel, dan dinikahkan dengan kakak Rahel yang bernama Liah; dengan demikian beliau harus bekerja tujuh tahun lagi untuk memperisiterikan Rahel. 

Pembantaian semua orang laki-laki oleh dua orang anak-anak Yakub yaitu Simon dan Levi karena pencemaran (pemerkosaan) atas anak perempuan Yakub yang bernama Dina oleh Schechim, pangeran dari kota itu, sungguh telah sangat menyedihkan Yakub. Kelakuan anak sulungnya yang sangat memalukan, Reubin, yang telah mencemarkan tempat tidur ayahnya dengan meniduri isteri selir Yakub, tidak pernah dilupakan dan diampunkan oleh Yakub. Namun kesedihan terbesar yang menimpa dirinya sesudah kematian Rahel yang dicintainya adalah menghilangnya selama bertahun-tahun anak laki-laki yang disayanginya Yusuf. Kepergiannya ke Mesir dan pertemuannya dengan Yusuf merupakan kegembiraan besar baginya dan menyembuhkan kebutaannya. Yakub adalah seorang Nabi, dan dijuluki "Israel" oleh Tuhan, nama yang kemudian dipakai oleh dua belas suku bangsa keturunannya.


Kebijakan penggusuran hak berdasarkan kelahiran berjalan terus sepanjang catatan dalam Kitab Genesis (Kejadian), dan Yakub merupakan pahlawan atas pelanggaran hak atas orang lain. Beliau diceriterakan telah memberikan hak berdasarkan kelahiran cucunya Manashi kepada adiknya Ephraim bertentangan dengan protes dari ayah mereka Yusuf (pasal xlviii.). Beliau meniadakan hak berdasarkan kelahiran anak sulungnya dan memberikan pemberkatan kepada Yehuda (Judah), anaknya yang keempat, karena anak sulungnya telah meniduri Bilha, isteri selir Yakub yang adalah ibu dari dua anak laki-laki Yakub, Dan dan Nephthali; serta mengingkari Nephthali karena dia tidak lebih baik daripada lainnya, yaitu berzina dengan menantunya sendiri Thamar, yang melahirkan seorang anak laki-laki yang menjadi nenek moyang Daud dan Jesus (pasal xxv. 22, dan xxxviii.)!

Sungguh tidak dapat dipercaya bahwa penulis atau paling tidak editor terakhir dari buku itu "telah mendapat inspirasi dari Ruh Suci" sebagaimana ummat Yahudi dan Kristen memberikan kesaksian. Yakub diceriterakan telah menikahi dua orang perempuan bersaudara sekaligus, suatu perbuatan yang dicela oleh Hukum Tuhan (Leiviticus xviii. 18.). Dengan mengecualikan Yusuf dan Benjamin, sebenarnyalah anak-anak laki-laki lainnya dilukiskan sebagai gembala yang kasar, penipu ( terhadap ayahnya dan Yusuf), pembunuh, pezina, yang menunjukkan bahwa itu bukanlah keluarga yang akan menjadi Nabi sama sekali. 

Tentu saja setiap Muslim tidak dapat menerima fitnah apapun terhadap seorang Nabi atau seorang laki-laki yang lurus kecuali bila jelas dicatat atau disebut dalam AL Qur'an. Kami tidak mempercayai dosa yang ditimpakan pada Yehuda sebagai benar adanya (pasal xxxviii), karena bila tidak maka akan bertentangan dengan pemberkatan oleh Yakub; dan pemberkatan inilah yang saya ajukan untuk mempelajari dan mendiskusikannya dalam artikel ini.

Yakub pasti sudah tidak dapat memberkati anak laki-lakinya Yehuda bila saja Yehuda benar ayah dari anak menantunya sendiri, Peres, karena kedua pezina pasti sudah dihukum mati oleh Hukum Tuhan, Yang telah memberinya kemampuan meramal (Leviticus xx. 12). Namun, ceritera tentang Yakub dan keluarganya yang tidak sempurna dapat dijumpai dalam Kitab Genesis (Kejadian, pasal xxv.- 1.).
Ramalan yang terkenal yang mungkin dianggap sebagai inti dari wasiyat ini termuat dalam ayat ke sepuluh dari pasal empat puluh sembilan Genesis sebagai berikut:
  • "The Sceptre shall not depart from Judah,
  • And the Lawgiver from between his feet,
  • Until the coming of Shiloh,
  • And to him belongeth the obedience of peoples."
  • "Sceptre ("tongkat kerajaan" - Alkitab dari Lembaga Alkitab Indonesia) tidak akan beranjak dari Yehuda
  • begitupun Pemberi hukum (the Lawgiver - Prof Benjamin; ruler's staff - "Bible" Revised Standard Version - The Bible Societies; lambang pemerintahan - Alkitab dari Lembaga Alkitab Indonesia) dari antara kakinya,
  • sampai Shiloh (dia yang berhak atasnya - Alkitab; he to whom it belongs - "Bible") datang,
  • maka kepadanya akan takluk bangsa-bangsa."
Yang di atas itu adalah terjemahan harafiah dari teks bahasa Ibrani sejauh dapat saya fahami. Di dalam teks itu ada dua kata yang unik dan tidak terdapat di tempat lain manapun dalam Perjanjian Lama. Kata yang pertama ialah "Shiloh", dan yang lain ialah "yiqha" atau "yiqhath" (dengan konstruksi atau kontraksi).

Shiloh terbentuk dari empat huruf, shin, ya', lam, dan ha. Ada nama "Shiloh", nama sebuah kota di Ephraim (1 Samuel I, dst) tetapi di situ tidak ada huruf ya'. Nama ini tidak dapat diartikan sama dengan atau dirujuk ke nama kota di mana terdapat Ark of the Covenant atau Tabernakel, karena hingga saat itu dalam suku bangsa Judah tidak ada sceptre atau lawgiver yang muncul. Kata itu pastilah merujuk pada seorang pribadi, dan tidak pada sebuah kota.

Sepanjang bisa saya ingat, semua versi Perjanjian Lama telah mempertahankan pencantuman kata Shiloh yang orisinil tanpa menterjemahkannya. Orang Syria Pshitta (dalam bahasa Arab al-Bessita) yang telah menterjemahkan kata itu menjadi "dia yang berhak atasnya" - "he to whom it belongs". Mudah bagi kita untuk melihat betapa penterjemah itu telah memahami kata itu sebagai terdiri dari "sh" bentuk ringkas dari asher = he, that ( dia yang..), dan "loh" (Arab "lehu"= "is his" (miliknya). Dengan sendirinya menurut Pshitta pasal itu akan dibaca sebagai berikut: "until he to whom it belongeth come, And," etc. ("hingga dia kepada siapa itu menjadi haknya datang, Dan," dsb). Kata person "it" mungkin merujuk ke "sceptre" atau "lawgiver" secara terpisah ataupun kolektif, atau barangkali "it" merujuk ke kata "obedience" (takluk atau tunduk atau patuh) dalam kalimat keempat dari ayat itu, bahasanya puitis. Menurut versi yang penting ini logika ramalan itu akan menjadi kenyataan seperti ini:


"Karakter kerajaan dan kenabian tidak akan berlalu dari Judah hingga dia yang berhak atasnya datang, karena miliknya adalah "homage of people" (penghormatan dari bangsa).
Tetapi nyatanya kata ini berasal dari kata kerja "shalah" dan karenanya berarti "damai (peaceful), tenang (tranquil), diam (quiet) dan patut dipercaya (trustworthy)". 

Sangat mungkin bahwa beberapa pentranskrib (perekam/pencatat) atau pengkopi "currente calamo" dan karena salah tulis telah melepaskan sisi kiri huruf akhir "het", dan kemudian kata itu telah berubah menjadi "hi" , karena keserupaan dua huruf itu sangat menonjol dengan hanya sangat sedikit saja berbeda pada sisi kiri. Bila kesalahan semacam itu telah dipindahkan dalam manuskrip Ibrani, baik sengaja atau tidak, maka kata yang berasal dari "shalah" berarti "mengirim, mengutus", dan bentuk past participle (salah satu bentuk masa lampaunya) adalah "shaluh" yaitu "seseorang yang diutus, utusan." 

Tetapi tidak ada sebab yang masuk akal untuk pengubahan secara sengaja "het" menjadi "hi", karena huruf ya' tetap dipertahankan dalam bentuk Shiloh sekarang, yang tidak memiliki waw yang perlu ada untuk bentuk masa lampau (past participle) Shaluh. Lagipula saya pikir Septuagint telah membiarkan Shiloh sebagaimana adanya. Karena itu satu-satunya kemungkinan perubahan adalah perubahan huruf terakhir het menjadi hi. Jika ini yang menjadi masalahnya, maka kata itu akan mencari bentuknya menjadi Shiluah dan artinya sama dengan "Utusan dari Yah", gelar yang justru diberikan kepada Muhammad saw seorang diri "Rasul Allah" yaitu "Utusan Tuhan". Saya tahu bahwa kata "shiluah" juga merupakan kata teknis dalam "surat cerai", dan ini karena yang diceraikan itu disuruh pergi.

Saya tidak dapat menerka interpretasi lainnya dari nama singular ini di samping tiga versi yang saya kemukakan.

Sudah barang tentu dan dengan sendirinya bahwa ummat Yahudi dan Kristen mempercayai bahwa pemberkatan ini merupakan ramalan-ramalan terkemuka tentang kedatangan al masih. Bahwa Jesus, Nabi dari Nazareth, adalah Kristus atau Al Masih tidaklah diingkari oleh seorang Muslimpun, karena sesungguhnya Al Qur'an mengakui adanya gelar itu. Bahwa Raja Israel dan Kepala Pendeta (High Priest) yang manapun diurapi dengan minyak suci yang terdiri dari minyak zaitun dan berbagai rempah-rempah dapat kita ketahui dari Kitab-Kitab Suci Ibrani (Leviticus xxx. 23-33). Bahkan Raja Persia yang bernama Zardushti Koresh disebut Kristus Tuhan: "Tuhan pun berfirman kepada Cyrus KristusNya," dsb. (Yesaya xlv. 1-7).


Agak berlebihan untuk menyebutkan di sini bahwa meskipun Cyrus maupun Jesus tidak diurapi dengan ramuan suci, namun mereka keduanya disebut al Masih.
Tentang Jesus, bahkan meskipun misi kenabiannya diakui oleh orang Yahudi, tugas kemasihannya tidak pernah dapat diterima oleh mereka, karena tidak ada satupun tanda-tanda atau sifat-sifat al Masih yang mereka harapkan ada pada orang yang mereka coba untuk menyalibnya itu. Orang Yahudi itu mengharapkan al Masih dengan pedang dan kekuasaan sementara, seorang penakluk yang akan mengembalikan dan melebarkan kerajaan Daud, dan seorang al Masih yang akan mengumpulkan orang-orang Yahudi yang sudah tersebar, kembali ke tanah Kanaan dan menundukkan banyak bangsa-bangsa di bawah kuasanya.; tetapi mereka tidak pernah dapat mengaku dirinya sebagai seorang pengkhotbah dari Bukit Zaitun, atau seseorang yang dilahirkan dalam palung.

Alasan-alsan berikut ini dapat diajukan untuk menunjukkan bahwa nubuah yang sangat kuno ini secara praktis dan harfiah telah dipenuhi oleh Nabi Muhammad saw. Melalui ungkapan-ungkapan alegoris "Sceptre" dan "Lawgiver" para komentator secara tak dapat dibantah telah mengakui ungkapan itu masing-masing diartikan sebagai otoritas kerajaan dan nubuah (royal authority and prophecy). Tanpa berhenti lama untuk meneliti akar dan asal kata kedua tunggal "yiqha", kita bisa memakai salah satu dari dua arti, kepatuhan (obedience) dan harapan (expectation).

Baiklah kita ikuti interpratsi dari "Shiloh" seperti di dalam versi Pshitta: "dia yang berhak atasnya" ("he to whom it belongs"). Secara praktis ini berarti "pemilik dari sceptre dan hukum", atau "dia yang memiliki kedaulatan dan kekuasaan legislatif, dan semua bangsa tunduk pada kedaulatan dan kekuasaannya (and his is the obedience of nations)." Siapakah gerangan yang mungkin menjadi Pangeran dan Pemberi hukum agung itu? Pastilah bukan Nabi Musa, karena beliau adalah pengatur utama atas Dua Belas Suku Yahudi, dan sebelum beliau tidak pernah ada seorang raja atau nabi dalam suku bangsa Yehuda.

 Pasti bukan pula Daud, karena beliau adalah raja pertama dan nabi keturunan Yehuda. Dan terbukti bukan pula Jesus Kristus, karena beliau sendiri menolak gagasan bahwa al Masih yang diharapkan oleh orang Yahudi adalah anak laki-laki Daud (Matius xxii. 44-45; Markus xii. 35-37; Lukas xx. 41-44). Beliau tidak meninggalkan hukum tertulis, dan tak pernah bermimpi memangku tongkat kerajaan (royal sceptre); kenyataannya beliau menasehati orang-orang Yahudi agar setia kepada Caesar dan memberikan penghormatan kepadanya, dan dalam satu peristiwa orang banyak mencoba menjadikan Jesus seorang raja, tetapi beliau meloloskan diri dan bersembunyi. Injilnya ditulis di atas suatu lempengan dalam hati beliau, dan beliau menyampaikan "kabar gembira", tidak dalam bentuk tulisan tetapi beliau menyampaikannya secara lisan. 


Dalam nubuah ini tidak ada masalah tentang penyelamatan dari dosa asli dengan darah orang yang disalib, demikian juga tidak ada masalah tentang kekuasaan manusia-tuhan atas hati manusia. Tambahan pula Jesus tidak menghapuskan Hukum Musa, tetapi beliau menyatakan dengan jelas bahwa beliau datang untuk memenuhinya; demikian pula Jesus bukan Nabi Terakhir, karena sesudah beliau St Paul berbicara tentang banyak "nabi" dalam Gereja.


Nabi Muhammad saw datang dengan kekuatan militer dan Al Qur’an untuk menggantikan tongkat kerajaan (sceptre) Yahudi yang sudah usang dan tidak dapat dipergunakan lagi dan hukum yang sudah ketinggalan zaman serta suatu kependetaan yang koruptif. Beliau mengumumkan agama yang paling murni dalam menyembah satu Tuhan yang sejati, dan meletakkan doktrin praktis yang paling baik dan aturan-aturan moral serta tingkah laku manusia. Beliau membangun agama Islam yang telah mempersatukan banyak bangsa dan orang-orang ke dalam satu persaudaraan yang sebenarnya yang tidak mempersekutukan Tuhan dengan suatu apapun. Semua orang Muslim tunduk patuh kepada Nabi Allah, mencintai dan menghormatinya sebagai pendiri dan pembangun agama mereka, tetapi tidak pernah memuja beliau atau memberikan kehormatan suci dan atribut. Beliau mengusir dan mengakhiri hingga puing terakhir wilayah bangsa Yahudi di Qureida dan Khaibar dengan memusnahkan semua istana dan benteng mereka. 


Interpretasi kedua dari tetagram "Shilh" diucapkan Shiloh, sama pentingnya dan menguntungkan Nabi Muhammad saw. Seperti telah ditunjukkan di atas, kata itu berarti: "tenang, damai, patut dipercaya, diam" dan sebagainya. Bentuk kata itu dalam bahasa Aramiah ialah Shilya, dari akar kata yang sama Shala atau shla. Kata ini tidak dipakai dalam bahasa Arab.


Adalah suatu kenyataan yang diketahui dengan baik dalam sejarah Nabi Arabia ini bahwa sebelum panggilan Kenabiannya, beliau adalah pendiam sekali, damai, patut dipercaya, dan memiliki sifat kontemplatif dan menarik; bahwa beliau dijuluki orang-orang Mekkah dengan "Muhammad al-Emm" (Muhammad al Amien – pen.). Ketika orang-orang Mekkah memberi julukan kepada beliau "Emm" atau "Amm" orang-orang Mekkah itu sama sekali tidak memiliki gagasan tentang Shiloh, namun kebodohan orang-orang Arab penyembah berhala ini telah dipergunakan Tuhan untuk mengelabui orang-orang Yahudi yang tidak percaya, yang memiliki Kitab Suci dan mengetahui isinya. Kata amana dalam bahasa Arab, seperti bahasa Ibrani aman, berarti: "menjadi mantap, ajeg, aman," dan karenanya: "menjadi tenang, setia dan patut dipercaya," menunjukkan bahwa "amin" dengan tepat merupakan padanan (ekivalen) dari Shiloh, dan mengabarkan semua arti yang terkandung di dalamnya.

Nabi Muhammad saw sebelum beliau dipanggil Tuhan untuk menyampaikan wahyu agama Islam dan memusnahkan penyembahan berhala yang dicapai dengan keberhasilan, adalah seorang laki-laki yang sangat pendiam dan tulus di Mekkah; beliau bukan seorang pahlawan perang, juga bukan seorang legislator; tetapi bahwa sesudah beliau menyandang misi kenabian itulah beliau menjadi pembicara yang paling ulung dan seorang Arab pemberani. Beliau berperang melawan orang-orang kafir dengan pedang di tangan, bukan untuk kepentingan pribadi, tetapi untuk kemuliaan Allah dan fondasi agamaNya – Al Islam. Allah menunjukinya pada kunci kekayaan dunia, tetapi beliau tidak mau menerimanya, dan ketika beliau wafat praktis beliau adalah seorang laik-laki yang miskin. 


Tiada penyembah Tuhan lainnya, baik dia raja atau nabi, yang telah memberikan bakti besar dan berharga yang begitu mengagumkan kepada Tuhan dan manusia sebagaimana telah diperbuat oleh Nabi Muhammad saw; kepada Tuhan dalam menghapuskan penyembahan berhala dari sebagian besar dunia, dan kepada manusia dengan telah memberikan agama yang paling sempurna dan hukum yang terbaik sebagai petunjuk dan pengaman. Beliau merebut tongkat kerajaan (sceptre) dan hukum dari bangsa Yahudi; memperkuat yang pertama dan menyempurnakan yang kemudian. Kalau saja Nabi Muhammad saw diperkenankan menampakkan diri kembali di Mekkah atau Medinah sekarang ini, beliau akan disambut oleh orang-orang Muslim dengan kasih sayang dan kepatuhan yang sama seperti telah beliau saksikan di sana ketika hidup beliau. 

Dan beliaupun akan melihat dengan penuh kesenangan bahwa Kitab Suci yang telah beliau serahkan masih tetap sama tanpa sedikitpun ada perubahan di dalamnya, dan bahwa Al Qur’an itu dilagukan dan dibaca persis sama seperti yang beliau lakukan bersama para sahabat. Beliau akan gembira memberi selamat kepada mereka atas kesetiaan mereka kepada agama dan Keesaan Allah; dan kenyataan bahwa mereka tidak menjadikan beliau sebagai tuhan atau anak tuhan.


Sedang tentang interpretasi ketiga dari nama "Shiloh" telah saya catat bahwa mungkin itu suatu perubahan kata "Shaluah" dan dalam hal itu maka tak diragukan bahwa itu sesuai dengan gelar Nabi dalam bahasa Arab yang begitu sering diulang namanya dalam AL Qur’an, yaitu "Rasul" yang berarti tepat sama dengan arti Shaluah yaitu: "seorang Utusan," "Shaluah Elohim" bangsa Ibrani adalah sama dengan "Rasul Allah" yang namanya diserukan lima kali sehari oleh Bilal penyeru kepada sholat dari menara semua mesjid di dunia. 


Beberapa nabi dalam AL Qur’an, terutama mereka yang diberi Kitab Suci, disebut sebagai "Rasul"; tetapi tidak di dalam pasal manapun lainnya dalam Perjanjian Lama dapat kita jumpai kata Shiloh atau Shaluah kecuali di dalam Wasiyat Yakub.

Nah kini dari sudut pandang manapun kita coba untuk mempelajari dan meneliti nubuah Yakub tersebut, kita dipaksa melalui sebab alasan telah terpenuhinya ramalan itu secara nyata dalam pribadi Nabi Muhammad saw, untuk mengakui bahwa orang-orang Yahudi itu dengan sia-sia telah menanti kedatangan Shiloh lainnya, dan bahwa orang –orang Kristen dengan keras kepala bertahan dalam kesalahan mereka dalam meyakini bahwa adalah Jesus yang dimaksudkan dengan Shiloh. 


Selanjutnya ada pengamatan lain yang pantas mendapat perhatian serius dari kita. Pertama sangatlah sederhana bahwa tongkat kerajaan dan legislator akan tetap dalam suku bangsa Yehuda selama Shiloh tidak nampak dalam arena. Menurut pengakuan orang Yahudi, Shiloh itu belum datang. Karena itu selanjutnya tongkat kerajaan dan suksesi kenabian itu masih ada dan menjadi milik suku bangsa itu. Namun institusi (sceptre dan lawgiver) itu telah lenyap lebih dari tiga belas abad yang lalu.

Kedua dapat diamati bahwa suku bangsa Yehuda itu juga telah punah bersama dengan hilangnya kekuasaan kerajaan dan suksesi kenabian. Merupakan kondisi yang tidak dapat diabaikan bahwa untuk mempertahankan eksistensi suatu suku bangsa dan identitasnya perlu untuk menunjukkan bahwa suku bangsa itu secara keseluruhan hidup di negerinya sendiri atau di tempat lain secara kolektif dan mempergunakan bahasanya sendiri. Tetapi bagi bangsa Yahudi masalahnya justru kebalikannya. Untuk membuktikan diri anda seorang Israel, anda hampir tidak menemukan kesulitan, karena setiap orang akan mengakui anda, tetapi anda tidak akan pernah dapat membuktikan diri anda sendiri termasuk ke dalam salah satu dari dua belas suku bangsa itu. Anda telah terpencar-pencar dan kehilangan bahasa anda sendiri.

Bangsa Yahudi terpaksa menerima salah satu dari alternatif, yaitu mengakui bahwa Shiloh telah datang, tetapi bahwa nenek moyang mereka tidak mengenalinya, atau menerima kenyataan bahwa tidak lagi ada suku bangsa Yehuda dari mana Shiloh itu akan harus datang.

Sebagai pengamatan yang ketiga, harus dicatat bahwa bertentangan sekali dengan apa yang diyakini ummat Judeo Kristiani, teks itu jelas berarti bahwa Shiloh harus seorang asing sama sekali terhadap suku bangsa Yehuda, dan bahkan terhadap semua suku bangsa lainnya. Hal ini begitu nyata bahwa renungan sejenak sudah cukup untuk meyakinkan seseorang. Ramalan itu jelas menunjukkan bahwa ketika Shiloh datang, maka tongkat kerajaan dan legislator itu akan lenyap dari suku bangsa Yehuda; hal ini hanya dapat disadari bila Shiloh itu seorang asing sama sekali terhadap suku bangsa Yehuda. Kalau Shiloh itu keturunan dari Yehuda, bagaimana mungkin ada dua unsur yang hilang dari suku bangsa itu? Shiloh tidak pula mungkin keturunan dari suku bangsa lainnya, karena tongkat kerajaan dan legislator itu untuk seluruh bangsa Israel dan bukan untuk satu suku bangsa saja. Pengamatan ini membinasakan klaim orang-orang Kristen juga karena Jesus adalah keturunan Yehuda dari fihak ibu Maryam.


Saya sering merasa heran terhadap orang-orang Yahudi yang suka mengembara dan berbuat salah. Selama dua puluh lima abad mereka telah mempelajari seratus bahasa bangsa-bangsa yang telah mereka layani. Karena kaum Ismail dan Israel kedua-duanya keturunan Nabi Ibrahim, menjadi masalahkah bagi mereka bila Shiloh itu datang dari Yehuda atau dari Zebulun, dari Esau atau Isachar, dari Ismail atau Ishaq, selama mereka itu masih keturunan Nabi Ibrahim? Patuhilah hukum dari Nabi Muhammad saw, jadilah Muslim, dan itu berarti anda dapat berangkat dan menetap hidup di tanah airmu yang dulu dengan damai dan aman.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar