Senin, 09 September 2024

SAAT HATI MENJAUH DAN CINTA TAK LAGI DI TEMUKAN

 


Foto: liputan6.com
Di sebuah desa kecil, hiduplah sebuah keluarga sederhana yang tampak bahagia dari luar. Ayahnya, Pak Sandi, adalah seorang pria pekerja keras, sementara ibunya, Bu Maya, adalah seorang ibu rumah tangga penuh kasih sayang. Mereka memiliki seorang putri kecil bernama Lila, seorang anak yang selalu ceria, dengan tawa yang menghangatkan rumah mereka setiap harinya.

Namun, di balik keharmonisan keluarga tersebut, ada satu hal yang menjadi beban pikiran Pak Sandi. Hubungannya dengan orang tuanya—kakek dan nenek Lila—tidak lagi baik. Setiap kali Lila pulang setelah berkunjung ke rumah kakek dan neneknya, ia selalu menceritakan dengan antusias tentang bagaimana ia menyukai bermain di sana. Tetapi bagi Pak Sandi, cerita itu adalah pengingat akan hubungan yang penuh kekecewaan dengan orang tuanya.

Suatu hari, Pak Sandi mulai berbicara dengan Lila, "Jangan terlalu sering ke rumah kakek dan nenek. Mereka tidak peduli lagi pada kita." Lila yang masih kecil hanya bisa bertanya dengan polos, "Kenapa, Ayah?" Namun, jawaban itu selalu diiringi dengan nada tegas dan keras. Meskipun Lila belum mengerti sepenuhnya, ia mulai merasakan bahwa menjauhi kakek dan neneknya adalah hal yang benar.

Hari demi hari, suasana di rumah semakin berat. Ketika Lila melakukan kesalahan kecil—seperti menumpahkan susu atau lupa merapikan mainannya—Pak Sandi mulai kehilangan kendali. "Lila, kenapa kamu tidak bisa mendengarkan?!" teriaknya dengan keras. Suara bentakan Pak Sandi menggema di rumah, membuat Lila gemetar ketakutan. Suatu ketika, dalam kemarahannya, Pak Sandi mengancam, "Kalau kamu nakal, Ayah akan mengunci kamu di kamar gelap!"

foto :dream.co

Lila menangis, rasa takut menyelimuti hatinya. Kamar yang seharusnya menjadi tempat aman baginya kini berubah menjadi ancaman menakutkan. Hari demi hari, Lila tumbuh dengan rasa takut akan kemarahan ayahnya. Perlahan, ia mulai merasa bahwa dirinya selalu salah, dan cintanya kepada kakek serta neneknya berangsur-angsur menghilang, digantikan oleh rasa benci yang ditanamkan oleh ayahnya.

Waktu berlalu, Lila tumbuh menjadi seorang remaja. Ia tidak lagi pergi ke rumah kakek dan neneknya, bahkan ketika Bu Maya memintanya untuk mengunjungi mereka. Setiap kali ia melihat mereka di desa, Lila cenderung menghindar. Di dalam hatinya, hubungan dengan kakek dan neneknya terasa jauh dan dingin—sesuatu yang ia pelajari dari ayahnya.

Pak Sandi mulai merasakan perubahan dalam diri Lila. Anak perempuannya yang dulu ceria dan penuh tawa kini berubah menjadi pendiam dan lebih sering merasa tertekan. Namun, Pak Sandi tidak menyadari bahwa perlakuannya terhadap Lila selama ini yang membuatnya berubah. Lila kini menyimpan rasa takut dan luka yang mendalam akibat sikap ayahnya yang keras.

Islam post

Tahun demi tahun berlalu, Pak Sandi mulai menua. Pada suatu hari, Pak Sandi jatuh sakit. Tubuhnya lemah, dan ia mulai bergantung pada Lila untuk merawatnya. Namun, Lila yang telah tumbuh menjadi seorang wanita dewasa, tidak lagi merasakan kehangatan terhadap ayahnya. Setiap kali Pak Sandi meminta bantuan, Lila bersikap dingin. Dalam hatinya, ia mengingat masa kecilnya yang penuh ancaman dan ketakutan.

"Kamu tidak peduli pada Ayah, Lila?" tanya Pak Sandi dengan suara lemah.

Lila menatap ayahnya dengan tatapan yang sulit dijelaskan. "Ayah, aku hanya melakukan apa yang Ayah ajarkan kepadaku selama ini," jawabnya dengan suara datar.

Pak Sandi tertegun. Saat itu, ia menyadari bahwa segala yang ia tanamkan pada Lila kini telah kembali kepadanya. Lila memperlakukannya dengan cara yang sama seperti bagaimana dulu ia mengajari anaknya untuk menjauh dari kakek dan neneknya—dengan rasa dingin, jarak, dan kekosongan emosional. Hatinya hancur saat ia menyadari bahwa segala kemarahan dan kekerasan yang ia tunjukkan selama ini telah menghilangkan rasa cinta dan kasih sayang anaknya terhadapnya.

Narasi ini adalah pengingat bagi setiap orang tua bahwa anak-anak merekam setiap ucapan, perilaku, dan perlakuan yang mereka terima. Mereka belajar dari kita, dan apa yang kita tanamkan di masa kecil mereka akan tumbuh menjadi dasar bagaimana mereka bersikap di masa depan. Sebagai orang tua, kita memiliki tanggung jawab besar untuk mendidik anak-anak kita dengan kasih sayang dan kelembutan, bukan dengan kekerasan. Sebab, jejak kecil yang kita tinggalkan dalam hati mereka akan menjadi bekal besar dalam kehidupan mereka, dan pada akhirnya, mereka akan memperlakukan kita sebagaimana kita memperlakukan mereka saat mereka kecil.

gambar:kompas.com

Pesan Moral:

Apa yang kita tanamkan pada anak-anak kita hari ini akan tumbuh menjadi cermin bagaimana mereka memperlakukan kita dan orang lain di masa depan. Mendidik dengan kasih sayang, kesabaran, dan tanpa kekerasan bukan hanya membentuk anak yang sehat secara emosional, tetapi juga membangun hubungan yang kuat dan hangat dengan mereka.

Narasi ini dirancang untuk pembelajaran parenting, di mana orang tua bisa belajar bahwa setiap tindakan dan cara mendidik mereka akan berdampak pada perkembangan anak, baik secara emosional maupun psikologis.

 Pak J


 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar