Rabu, 24 Maret 2021

PROFESIKU GURU

 PROFESIKU GURU.

 


 Profesiku guru. Sebagai guru, aku bisa benar merasakan,betapa beratnya mendidik anak yang tidak paham tentang etika,belum mengerti kesantunan, Buta terhadap tujuan nasehat, Daan  Bagaimana seharusnya berhadapan dengan orang yang lebih tua usianya serta menyayangi yang lebih muda.

Apalagi jika orang yang lebih tua usianya itu, adalah sosok-sosok manusia yang membersamainya di ruang ruang kelas mereka. Manusia yang merelakan dirinya untuk tidak menjadi kaya karena Panggilan nurani nya. Manusia yang rela menerima resiko besar dalam menjalankan amanah tuhan nya di medan “perang “  pendidikan.

DILEMA

 Orang Nusantara ini pernah memiliki pepatah  “ buah simalakama” jika di makan buah itu,  maka ibu yang meninggal.  jika di biarkan maka ayah yang akan meninggal . pepatah ini sepertinya tidak tepat jika di gunakan sebagai ilustrasi tugas seorang pendidik,akan tetapi dalam banyak hal pepatah itu mirip mirip yang di alami guru di era demokrasi barat yang tidak berguna ini.

PEMBENTUKAN  KARAKTER

Dalam hal pembentukan kharakter bangsa Timur, sering kali profesi guru di hadapkan pada situasi pepatah “buah Simalakama”

Jika ada anak nakal disekolah  di nasehati dengan teguran terkadang gurunya di perlakukan tidak manusiawi mulai di pukul, dianiaya ,di bunuh ,atau dilaporkan ke polisi . Dan resiko paling ringannya guru  di umpat di caci dan di maki .


Tapi kalau di biarkan apa adanya guru pendidik pun akan menerima akibatnya yaitu berupa oneprestasi dalam menjalankan tugas.
terus bagaimana ? tanyakan pada mukidi barang kali tau jawab nya.


SEBAGAI BENDAHARA TAPI TAK BERHAK MEMIKI UANG ?

Profesi pendidik ( bukan pengajar) mirip dengan profesi bendaharawan. Kok bisa ?

Seorang Bendahara itu jika ada uang lebih di buku kas nya, uang  itu bukan menjadi miliknya tapi kalau ada uang yang kurang hitungan nya  di kas yang di kelolanya, itu menjadi tanggung jawabnya.

Tak jarang yang bersangkutan harus mengganti sesuatu yang tidak pernah di pakai nya.


 Demikian juga  halnya seorang guru pendidik (bukan pengajar).

Jika suatu hari ada anak didiknya yang berprestasi  atau memiliki prestasi tertentu, hal itu pasti tidak diakui sebagai karyanya atau karya guru itu ( minimal ndak ada orang yang menyampaikan bahwa kejuaraan atau kejujuran anak ini adalah berkat  prestasi pendidik Fulan atau fulanah )

SEBALIK NYA

Tapi jika ada anak didiknya , ada siswanya, ada muridnya ada santrinya yang dalam wilayah sosial mengalami problem dengan teman di pesantren nya ada problem dengan siswa di sekolahnya. Atau ada masalah dengan hukum negara ,maka dengan sangat cepat masalah itu di tumpahkan kesalahannya kepada guru pendidik dan sekolah atau pesantren nya.

Ketidak adilan masyarakat dalam menancapkan “stempel ,atau Cap”nya berakibat merosotnya akhlaq penerus bangsa, hilangnya generasi santun  dan munculnya sifat  anarkhis pada bangsa nusantara yang besar ini.

Kalau dulu kita terkenal dan di akui dunia  dengan akhlaq nya menjadi  bangsa yang ramah tamah , suka menolong dan membantu serta bergotong royong  hari ini agaknya susah untuk menemukan lebih banyak atau setara  dengan zaman dahulu.


INI BUKAN  CURHAT.

Tersumbatnya saluran santun, dan ahklaq karimah bangsa Nusantara lantaran hak asasi ,demokrasi bersifat ganda dalam penerapannya ini. Pelan tapi pasti kita rasakan akan semakin  sedikit kita temukan orang-orang yang berprofesi  sebagai guru pendidik . yang banyak terjadai adalah dari guru pendidik kemudian  mereka beralih dan memilih selamat menjadi guru pengajar.

 

Dengan beralih menjadi guru pengajar  mereka memiliki lebih ringan resiko dan mereka lebih nyantai dalam profesi barunya. Karena Guru pengajar tidak akan pernah dihadapkan dengan masalah sosial santri-santrinya, problem-problem muridnya dan "kenakalan kenakalan siswa-siswinya.

 

Guru pengajar akan memilih pada zona dan situasi nyaman, aman dari masalah masalah yang akan muncul dalam sosial anak-anak yang diajarnya.

Karena guru pengajar hanya sekedar menggugurkan kewajibanya lantaran  ia di bayar yayasan , karena mereka di gaji pemerintah, sebab mereka di beri insentif TPG dan tunjangan tunjangan lain nya.

Guru Pengajar akan mudah kita temui dengan kalimat yang sering muncul dari lisanya : sing penting wis tak ajari… materi wis tak sampekno , soal iso opo ora dudu salah ku.

Prinsip yang digunakan oleh guru pengajar adalah "yang penting sudah aku ajar soal mereka Paham atau tidak paham terserah urusan mereka, mereka mengerti ataupun tidak mengerti itu menjadi masalah mereka, sebab kalau aku menerapkan apa yang menjadi idealisku aku akan menemukan banyak masalah dalam hidupku".

 

 Dengan semakin bertambahnya guru pendidik yang beralih profesi menjadi pengajar inilah, kualitas karakter dan akhlak anak-anak pelajar kita di negeri ini, semakin rendah kualitasnya.

CERDAS OTAK NYA MISKIN AKHLAQNYA


Walaupun 
hebat dan rapi kurikulum yang dibuat pemerintah bersama sekolah,

Walaupun kuat  dan  ketatnya pengawasan dari institusi yang berkaitan, serta  brilliantnya program program yang dicanangkan untuk pendidikan di negeri warisan nenek moyang ini,

tapi………….

kalau ujung tombak pendidiknya berada di ujung tanduk ketakutan dan was was dalam kemerdekaan mendidiknya, karena (ancaman hak azasi atau demokrasi berpisau 2 ini)

Maka tentu semuanya hanya menambah beban pembiayaan pengelolaan pendidikan dan negara,namun miskin untuk sebuah karakter yang di harapkan. Bahasa lain nya “Cerdas otaknya tapi miskin akhlaqnya”.

 Nah kalau sudah seperti ini solusinya adalah kembalikan kemerdekaan guru untuk menjadi pendidik dan pendamping yang membersamai anak-anak bangsa ini untuk kembali berkarakter dan memiliki jati diri keindonesiaan ketimuran dan keagamaan. Terapkan dan lindungi garda depan bangsa ini dari ancaman karakter jelek yang akan menghancurkan peradaban Nusantara untuk yang ke 2.

BAGI GURU PENDIDIK


yang selanjutnya wajibkan guru pendidik mengerti psikologi anak-anak yang dididik nya saat ini. Dan juga  utamakan pendidikan anak-anak negeri ini kepada karakter bangsa, kepada adab akhlak mulia, yang didukung oleh pembelajaran sejarah bangsa maupun  sumber sumber agama. Tidak hanya sekedar  mengutamakan pendidikan vokasi, yang hasilnya hanya untuk mengisi nafsu rakus Industri.

SUDAH WAKTUNYA

Karena yang dihadapi oleh guru pendidik bukanlah mesin-mesin industri yang berada di perusahaan  yang bisa saja di pola menurut selera tanpa ada resiko yang  disorot oleh media dan di perhatikan mata mata dunia maka sudah saatnya, sudah waktunya mempola pendidikan nusantara menjadi pendidikan yang harus mampu memanusiakan manusia  dalam proses dan hasilnya.

Pak J

Tidak ada komentar:

Posting Komentar